Senin, 20 Mei 2013

KIMIA

Reaksi poliuretan yang umum Poliuretan berada dalam kelas senyawa yang disebut polimer reaksi, termasuk juga epoksi, poliester tak jenuh, dan fenol.[4][5][6][7][8] Sebuah rangkaian uretan dihasilkan dengan mereaksikan satu gugus isosianat, -N=C=O dengan satu gugus hidroksil (alkohol), -OH. Poliuretan dihasilkan oleh reaksi poliadisinya sebuah poliisosianat dengan sebuah polialkohol (poliol) dalam kehadiran sebuah katalis dan zat aditif yang lain. Dalam kasus ini, polisosianat merupakan molekul dengan dua atau lebih gugus fungsional isosianat, R-(N=C=O)n ≥ 2 sedang poliol adalah molekul dengan dua atau lebih gugus fungsional hidroksil, R'-(OH)n ≥ 2. Produk reaksi adalah sebuah polimer yang mengandung rangkaian uretan, -RNHCOOR'-. Isosianat akan bereaksi dengan apapun molekul yang mengandung satu hidrogen aktif. Di samping bereaksi dengan air untuk membentuk rangkaian urea dan gas karbon dioksida; isosianat bereaksi pula dengan polieteramina untuk membentuk poliurea. Secara komersial, poliuretan diproduksi dengan mereaksikan isosianat cair dengan campuran cairnya poliol, katalis, dan zat tambahan yang lain. Dua komponen itu mengacu pada sebuah sistem poliuretan. Campuran ini disebut pula 'resin' atau 'campuran resin'. Beberapa contoh dari zat tambahan campuran resin adalah pemanjang rantai, pertautan silang, surfaktan, penghambat nyala, bahan pembusa, pigmen, dan bahan pengisi.
Komponen penting pertamanya polimer poliuretan adalah isosianat. Molekul yang mengandung dua gugus isosianat disebut diisosianat. Molekul tersebut juga dikaitkan dengan monomer sebab digunakan untuk menghasilkan isosianat polimerik yang mengandung tiga atau lebih gugus fungsional isosianat. Isosianat dapat digolongkan sebagai aromatik, seperti difenilmetana diisosianat (MDI) atau toluena diisosianat (TDI); atau alifatik, seperti heksametilena diisosianat (HDI) atau isoforon diisosianat (IPDI). Salah satu contoh dari isosianat polimerik adalah difenilmetana diisosianat polimerik, yang merupakan campuran molekul dengan dua-, tiga-, dan empat- atau lebih banyak gugus isosianat, dengan fungsionalitas rata-rata 2,7. Isosianat bisa lebih jauh dimodifikasi dengan mereaksikan sebagian dengan sebuah poliol untuk membentuk sebuah prapolimer. Kuasi-prapolimer terbentuk saat rasio stoikiometrinya isosianat ke gugus hidroksil lebih besar daripada 2:1. Sebuah prapolimer sejati terbentuk saat rasio stoikiometrinya 2:1. Karakteristik pentingnya isosianat adalah tulang punggung molekulnya, % kandungan NCO, dan viskositas.
Komponen penting keduanya polimer poliuretan adalah poliol. Molekul yang mengandung dua gugus hidroksil disebut diol, molekul dengan tiga gugus hidroksil disebut triol, dll. Dalam prakteknya, poliol dibedakan dari rantai pendek atau pemuai rantai glikol dengan berat molekul yang rendah dan pertautan silang (cross linker) seperti etilena glikol (EG), 1,4-butanadiol (BDO), dietilena glikol (DEG), gliserin, dan trimetilol propana (TMP). Poliol juga termasuk polimer. Poliol dibentuk oleh adisi berkatalis basanya propilena oksida (PO), etilena oksida (EO) ke sebuah inisiator yang mengandung hidroksil atau amina, atau dengan poliesterifikasinya sebuah di-acid, seperti asam adipat, dengan glikol, seperti etilena glikol atau dipropilena glikol (DPG). Poliol diperpanjang dengan PO atau EO merupakan poliol polieter. Poliol yang dibentuk dengan poliesterifikasi adalah poliol poliester. Baik inisiator yang digunakan, pemuai, serta berat molekulnya poliol sangat memengaruhi keadaan fisik dan sifat fisiknya polimer poliuretan. Karakteristik poliol yang penting adalah tulang belakang molekul, inisiator, berat molekul, % gugus hidroksil utama, fungsionalitas, dan viskositas.
Mekanisme reaksi PU dengan sebuah amina tersier
Karbon dioksida yang terbentuk dengan mereaksikan air dan isosianat
Reaksi polimerisasi dikataliskan dengan amino, seperti dimetilsikloheksilamina, dan senyawa organologam, seperti dibutiltin dilaurat atau bismut oktanoat. Lebih jauh lagi, katalis bisa dipilih berdasarkan reaksi uretan (gel), seperti 1,4-diazabisiklo[2.2.2]oktana (yang disebut pula DABCO atau TEDA), atau reaksi urea (tiup), seperti bis-(2-dimetilaminoetil) eter, atau secara spesifik mengendalikan reaksi trimerisasi isosianat, seperti potassium octoate.
Salah satu sifat poliuretan yang disukai adalah kemampuannya diubah menjadi busa. Bahan pembusa seperti air, halokarbon tertentu seperti HFC-245fa (1,1,1,3,3-pentafluoropropana) serta HFC-134a (1,1,1,2-tetrafluoroetana]]), dan hidrokarbon seperti n-pentana, bisa ditambahkan sebagai arus bantu. Air bereaksi dengan isosianat untuk menciptakan gas karbon dioksida, yang mengisi dan mengembangkan sel yang diciptakan dalam proses pencampuran. Reaksinya merupakan proses tiga langkah. Molekul air bereaksi dengan gugus isosianat untuk membentuk asam karbamat. Asam karbamat tidak stabil, dan penguraiannya membentuk karbon dioksida dan sebuah amina. Amina bereaksi dengan lebih banyak isosianat untuk menghasilkan sebuah urea buatan. Air memiliki berat molekul yang amat rendah, jadi meski persen beratnya air kecil, perbandingan molarnya air tinggi dan menghasilkan urea berjumlah banyak. Urea tersebut tidak sangat mudah larut dalam campuran reaksi dan cenderung membentuk fase "segmen keras" terpisah sebagian besar terdiri dari poliurea. Konsentrasi serta organisasi dari fase poliurea memiliki dampak yang signifikan bagi sifatnya busa poliuretan.[9] Halokarbon dan hidrokarbon dipilih sebab memiliki titik didih pada atau mendekati suhu kamar. Karena reaksi polimerisasi bersifat isotermik, bahan pembusa ini menguap menjadi gas saat proses reaksi berlangsung. Keduanya mengisi dan memuaikan matriks polimer seluler, menciptakan sebuah busa. Penting diketahui bahwa gas tiup tidak menciptakan sel busa. Sel busa merupakan hasil gas tiup yang tercampur baur ke dalam gelembung yang diaduk ke dalam sistem di waktu pencampuran. Kenyataannya, busa mikroseluler berdensitas tinggi bisa dibentuk tanpa penambahan bahan tiup dengan pembuihan secara mekanis komponen poliol sebelum digunakan.
Surfaktan digunakan untuk memodifikasi karakteristik polimer dalam proses pembusaan. Surfaktan digunakan untuk mengemulsi komponen cair, mengatur ukuran sel, dan mengstabilkan struktur sel untuk mencegah keruntuhan dan cacat permukaan. Surfaktan busa yang kaku dirancang untuk menghasilkan sel yang baik dan kandungan sel yang sangat tertutup. Surfaktan busa yang fleksibel dirancang untuk mengstabilkan massa reaksi sambil memaksimalkan kandungan sel terbuka untuk mencegah busa dari mengecil. Kebutuhan akan surfaktan bisa dipengaruhi oleh pilihan isosianat, poliol, kompatibilitas komponen, reaktivitas sistem, perlengkapan serta kondisi proses, piranti, bentuk bagian, dan bobot tembakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar